Implikasi Pendidikan Hati, Akal, dan Jasmani
https://www.rokhim.net/2016/01/implikasi-pendidikan-hati-akal-dan.html
1. Implikasi Bagi Dunia Pendidikan Islam
Sebagaimana
yang telah dipaparkan oleh HAMKA dalam tafsir al-Azharnya, bahwa tujuan pendidikan Islam secara filosofis
adalah membentuk insan al-kamil atau manusia paripurna[1]yaitu
mengabdi pada tuhannya, menjadi rahmat bagi seluruh alam ciptaan-Nya dengan
penuh ketabahan dan ketundukan terhadap ajaran tuhan-Nya[2].
Sehingga tercipta manusia yang diselimuti dengan akhlak mulia, mempunyai
kecerdasan untuk menggerakkan dunia, serta mampu mengubah tatanan dunia dengan skill
yang dimilikinya. Sinergi potensi yang ada dalam pada manusia yaitu potensi
jiwa (al-qolb), jasad (al-jism), dan akal (al-aql)[3]akan
menunjang eksistensi manusia untuk mencapai tujuannya. Sehingga pendidikan Islam
mengarah pada pembentuk pesarta didik yang beriman dan memelihara berbagai
potensi yang dimilikinya, tanpa mengorbankan salah satu diantaranya.[4]
Ciri-ciri insan
al-kamil sebagaimana yang dirumuskan Oleh Ahmad tafsir ada tiga yaitu:
a. Jasmani yang
sehat serta kuat
b. Cerdas serta
pandai
c. Ruhani yang
berkualitas tinggi[5]
Keberadaan
jasmani yang sehat serta kuat, akan mampu mensiarkan agama dan membela secara
maksimal untuk menegakkan agama Islam. Konsep pendidikan jasmani menjadi sangat
penting untuk menjaga jasmani agar tetap sehat sehingga eksis dalam mewarnai
kehidupan dunia, sehingga Islam mampu terus berkarya untuk kemajuan agama.[6]
Pentingnya
kekuatan dan kesehatan fisik juga disinggung dalam dalil-dalil naqli diantaranya:
عَنْ
عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ارْمُوا وَارْكَبُوا
وَأَنْ تَرْمُوا أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ تَرْكَبُوا وَإِنَّ كُلَّ شَيْءٍ
يَلْهُو بِهِ الرَّجُلُ بَاطِلٌ إِلَّا رَمْيَةَ الرَّجُلِ بِقَوْسِهِ
وَتَأْدِيبَهُ فَرَسَهُ وَمُلَاعَبَتَهُ امْرَأَتَهُ )رواه ابن ماجه)
Artinya: Memanahlah
dan kenderailah olehmu (kuda). Namun, memanah lebih saya sukai daripada
berkuda. Sesungguhnya setiap hal yang menjadi permainan seseorang adalah batil
kecuali yang memanah dengan busurnya, mendidik/melatih kudanya dan
bersenang-senang dengan istrinya...(H.R. Ibnu Majah).
Dan Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim:
وَأَعِدُّوا
لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ أَلاَ إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ أَلاَ
إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ أَلاَ إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْي رواه مسلم
Artinya : Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka
kekuatan apa saja yang kamu sanggupi. Ketahuilah bahwa sesungguhnya kekuatan
itu adalah memanah! Ketahuilah bahwa
sesungguhnya kekuatan itu adalah
memanah! Ketahuilah bahwa sesungguhnya kekuatan itu adalah memanah!... (HR. Muslim).
Selain jiwa
yang sehat dan kuat, umat Islam juga menjadi umat yang cerdas dan pandai
akalnya. Kecerdasan itu Nampak dari keterampilannya memecahkan masalah dengan
cepat dan tepat, sedangkan pandai ditandai dengan banyaknya ilmu pengetahuan
sehingga ia memiliki banyak informasi. Kecerdasan dan kepandaian itu dapat
dilihat melalui indikator-indikator seperti berikut ini. Pertama,
memiliki pengetahuan sain yang banyak dan berkualitas tinggi. Kedua,
mampu memahami dan menghasilkan teori filsafat[7]. Artinya
seorang muslim menjadi the founding father dari suatu temuan yang belum
ditemukan oleh ilmuan-ilmuan sebelumnya, seperti Al-Haitam dengan teori
optiknya, Al-Razi dengan Hisbahnya, Al-farabi dengan balok-balok
musiknya, dan lain-lain.
Tentang
keutamaan akal juga banyak disinggung oleh nash diantaranya firman
Allah:
كذالك
نفصل الايات لقوم يعقلون
Artinya: “Demikianlah kami uraikan
beberapa tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya”(QS. An-Nahl: 12).
Kedua nash
diatas mengindikasikan bahwa ajaran Islam sangat memotivasi pemanfaatan
berfikir sebagai media untuk menyingkap rasia kehidupan.
Adapun
cirri-ciri insan al-kamil yang terakhir adalah memiliki ruhani yang
berkualitas tinggi. Dengan demikian, disamping jasmani yang kuat dan akal yang
cerdas, seorang muslim juga mempunyai hati yang penuh iman yang tunduk pada
Tuhannya. Hati merupakan unsur utama dalam diri manusia.
Dalam banyak karyanya, memang unsur utama yang harus
ditata terlebih dahulu dalam belajar adalah hati murid itu sendiri, sebelum
menerima pendidikan yang lainnya. Ia menegaskan bahwa Perhatian dunia
pendidikan mestinya diawali dengan mengingatkan pentingnya membangun pendidikan
yang melahirkan jiwa-jiwa yang memiliki tanggung jawab batin (tanggung jawab
budi). Memasukkan nilai ini hendaknya dengan bahasa yang dapat langsung dicerna
dan difahami oleh pendengarnya, dengan terlebih dahulu membersihkan jiwanya.[8]
Apabila hati
sudah tertata dan sudah sesuai dengan konsep ilahi, maka sejahteralah seluruh
elemen tubuh yang ada dalam diri manusia termasuk akal dan jisim manusia. Nabi
bersabda:
أَلَا
وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلَا إِنَّ حِمَى اللَّهِ فِي أَرْضِهِ مَحَارِمُهُ
أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ
وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ )رواه
البخار)
Artinya: Ketahuilah bahwa setiap raja
memiliki batasan, dan ketahuilah bahwa batasan larangan Allah di bumi-Nya
adalah apa-apa yang diharamkan-Nya. Dan ketahuilah pada setiap tubuh ada
segumpal darah yang apabila baik maka baiklah tubuh tersebut dan apabila rusak
maka rusaklah tubuh tersebut. Ketahuilah, ia adalah hati".(H.R.
Bukhari).
Gejala
keimanan yang muncul dari hati menusia terlihat apabila ia shalat, ia shalat
dengan khusuk, bila mengingat Allah, kulit dan hatinya tenang, bila disebut
nama Allah, bergetar hatinya. Itulah ciri-ciri hati yang penuh dengan iman.
Dari situlah akan muncul manusia yang berfikir dan bertindak sesuai dengan
kehendak Tuhan.[9]
Inilah harapan
HAMKA dalam berbagai karyanya menggugah kembali hati muslim yang sedang
tertidur agar kembali mengobarkan semangat keilmuan yang sudah hilang beberapa
abad lamanya.
Konsep
pendidikan Islam yang menggabungkan elemen penting dalam diri manusia (Hati,
Akal, Jasmani), harus kembali disuarakan. Pasca kemunduran Islam hingga saat
ini, pendidikan Islam malah semakin terpuruk dan tidak mampu mengimbangi
kemajuan zaman. Kritik HAMKA disini bukan berarti tidak beralasan, karena
hingga saat ini pendidikan Islam saat ini hanya fokus pada bidang ritual
keagamaan saja. Para pemuka agama cenderung mengutamakan masalah akhirat saja
untuk membendung kemajuan manusia dalam kehidupannya.Ibarat air, para pemuka
agama hendak menahan air yang hendak mengalir kelautan.Mereka takut apabila
manusia memperoleh kebebasan dan lepas dari cengkramannya. Sebab itulah mereka
membuat undang-undang bahwa orang yang mencari kebahagiaan dunia adalah sesat
dan merupakan bagian dari orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya, sehingga
kelak ia akan dijebloskan kedalam api neraka. Akhirnya pelajaran-pelajaran yang
mereka sampaikan adalah pelajaran uhud, yang mengajarkan untuk benci
pada masalah yang berkaitan dengan dunia, padahal mereka masih hidu di alam
dunia. Dampaknya adalah orang yang berpegang penuh pada agama kelitan orang
bodoh, dungu, tidak teratur pakaian dan rumahnya.[10]
Sehingga keberadaan orang Islam yang sedemikian menjadi orang yang tak berarti,
jatuh terpuruk, lemah dan tertindas di medan perjuangan dalam menyuarakan suara
ilahi dalam kehidupan dunia.
Islam sangat
membantah pernyataan-pernyataan kepala agamawan itu. Buktinya amatlah jelas,
bahkan agamalah yang menuntun manusia menuju kemajuan, menempuh tujuan untuk perdamaian segala bangsa.
Beberapa
firman Allah menegaskan bahwa agamalah yang mendorong manusia menuju kemajuan,
diantaranya:
قل من
حرم زينة الله التى اخرج لعباده والطيبات من الررق
Artinya: “Katakan Muhammad, siapakah yang
berani mengharamkan perhiasan Allah yang dikeluarkanNya untuk hambaNya, dan
siapakah yang menolak rezeki yang baik itu” (QS. Al-a’raf: 32).
ربنا آتنا
في الدنيا حسنة وفي الاخرة حسنة وقنا عذاب النار
Artinya: Ya Allah berilah kami keselamatan
di dunia dan beri pula kami keselamatan di Akhirat, jauhkan kami dari azab
neraka (QS. Al-baqarah: 21).
وقيل
للذين اتقوا ما انزل ربكم قالوا خيرا للذين احسنوا في هذه الدنيا حسنة ولدار
الاخرة خير ةلنعم دار المتقين
Artinya: “Dan dikatakan pada orang-orang
yang bertakwa : Apakah yang diturunkan oleh Tuhanmu? Mereka menjawab: ialah
kebaikan, yaitu untuk orang yang berbuat baik seketika di dunia dengan suatu
kebaikan, dan hidup diakhirat itu adalah lebih baik lagi Disanalah
seindah-indah tempat bagi orang yang bertakwa”(QS. An-Nahl: 30).
Dari beberapa
ayat diatas, maka Nampak jelas bahwa sebagai manusia muslim disamping mengemban amanah ibadah, juga
mempunyai amanah yang tidak kalah pentingnya, yaitu mengembangkan ilmu
pengetahuan untuk menghadapi tantangan dunia yang terus berkembang. Pemikiran
eksklusif sementara ini yang masih menjadi tradisi kuat umat Islam, hendaknya
bergeser pada pemahaman yang inklusif, sehingga terjadi suatu keterbukaan dalam
berfikir, namun tetap pada rambu-rambu yang telah digariskan dalam al-Qur’an
dan Hadits.
2. Implikasi
Terhadap Kehidupan Umat Manusia
Tidak ada
dalam kehidupan manusia suatu kesenangan yang tidak diiringi kesusahan, atau
kesusahan yang tak terganti dengan kesenangan.Tetapi ada yang nasib separuh
kesusahan dan separuh kebahagiaan.Tidak ragu lagi bahwa semua manusia menuju
kepada kebahagiaan dan kesusahan. Pada akhirnya angka kebahagiaan lebih banyak
dari pada angka kesusahan.Jika sekiranya ilmu tambah maju, niscaya perbaikan
ekonomi dan masyarakat bertambah maju pula.
Jalan bahagia yang
pertama ialah memperbaiki diri manusia sendiri.Jalan itu adalah mengenalkan
kepada mereka “hakikat” sejati, dan dididik beramal didalam hakikat itu.
Hakikat itu ialah, bahwa kesenangan itu tidak didapat , kalau tidak berdiri
rukunnya yang empat yaitu (1). Sehat Tubuh, (2). Sehat Akal, (3). Sehat jiwa
dan, (4).Kaya (cukup).[11]
Inilah yang
dimaksud oleh HAMKA, bahwa sinergi dari beberapa potensi yang ada pada diri
manusia yang akan mengantarkannya pada kebahagian. Memang sudah barang tentu
semua kemajuan dikarenakan kemajuan ilmu.Beratus Ayat dan Hadits menjelaskan
tentang seruan mencari ilmu. Apa saja macamnya baik ilmu akhirat, ilmu agama
dan kemajuan, ilmu alam, ilmu binatang, angkasa luar, membuat kapal, membuat
pesawat listrik, dan beberapa ilmu modern lainnya. Semua menjadi kewajiban bagi
umat muslim untuk menguasainya[12]. Imam
Syafi’I berkata:
من اراد
الدنيا فعليه بالعلم ومن اراد الاخرة فعليه بالعلم ومن ارادهما فعليهما بالعلم
Artinya: Barangsiapa menghendaki dunia,
hendaklah ia berilmu; barangsiapa menghendaki akhirat, hendaklah dia berilmu;
dan barangsiapa menghendaki keduanya, hendaklah ia berilmu.
Islam sangat
menyerukan perkembangan hidup manusia untuk lebih baik, dan perkembangan itu
akan dicapai dengan ilmu. Ilmu itu akan didapat apabila mampu
mengoptimalisasikan kemampuan akalnya dalam membaca segala fenomena yang ada
disekitarnya. Inilah manfaat besar dari pendidikan akal. Namun semuanya tidak
akan berarti tanpa dengan kelembutan jiwa yang dibalut dengan akhlak
al-karimah.
Ihwal kemunduran
Eropa pada abad klasik saat itu, juga disebabkan oleh kepala-kepala agamawan
yang mementingkan hal mistik yang jauh dari logika kebenaran. Mereka tertutup
dari ilmu yang sejati, hingga pada akhirnya kebenaran menggeliat, keluar dari
pasungnya. Mereka mengatakan bahwa ilmu itu tidak hanya milik gereja saja,
namun ilmu adalah milik semua orang. Setelah itu ilmu menjadi maju di Eropa
hingga sampai berat berkat kontribusi muslim diabad sebelumnya yang
mengembangkan ilmu pengetahuan. Namun setelah Eropa maju, penyakit orang-orang
Eropa dahulu, menular ke dunia Islam di Timur, dan hingga kini dunia Timur
belum bisa beranjak dari keterpurukannya untuk mengejar kemajuan barat.[13]
HAMKA melihat
ada dua perbedaan yang mencolok dalam kemajuan Islam di era klasik dan kemajuan
Barat di era modern. HAMKA melihat pada saat kemajuan Islam, kalangan agamawan
dan kalangan intelektual berjalan seirama dalam mengembangkan kehidupan. Analisinya
mengatakan bahwa keberadaan hati yang diikat oleh iman dan keyakinan, serta
agama yang tulus menjadikan keduanya bersatu padu dalam mengembangkan
kehidupan. Sehingga jarang kita temukan dalam sejarah pertentangan yang hebat
antara kalangan agamawan dan kalangan intelektual, karena dalam jiwa manusia
telah berhasil menggabungkan unsur penting dalam kehidupan manusia yaitu
rasionalisme yang berpancar dari akal, serta akhlak mulia yang menyelimuti jiwa
manusia. Maka benar apa yang dikatakan oleh Rasulullah dalam misi utamanya
terutus ke dunia yaitu:
انما
بعثت لاتمم مكارم الاخلاق
Hadits
tersebut menunjukkan bahwa misi utama Rasulullah saw. Pertama-tama adalah
membenahi hati umat manusia yang telah dikuasai oleh nafsu hayawaniyahnya
sehingga hati mereka kering dari keimanan yang membimbing manusia pada
kebaikan.
Ketika hati
dan manusia sudah sinergi, maka yang akan muncul adalah perilaku-perilaku
positif yang di implementasikan dalam amaliyahnya dalam kehidupan
sehari-harinya. Namun demikian hasil karya otak yang menjadikan manusia positif
tidak akan berarti apabila tidak dibarengi dengan keterampilan jasmani, atau skill
kemampuan manusia itu sendiri. Banyak teori yang bersemayam dalam akal
pikirannya, namun itu tidak berarti apabila tidak ada wujud nyata dalam
kehidupan. Inilah yang menjadi hal yang tidak kalah pentingnya untuk mendidik
dan melatih jasmani manusia agar menjadi terampil dan mampu membuat banyak
karya.
Sinergi antara
ketiga elemen (Hati, Akal, Jasmani) tersebut telah disinggung oleh Allah
pertamakali yaitu ayat pertama yang diturunkan pada Nabi Muhammad saw. di gua
Hira’. Ayat tersebut adalah:
اقرأ
باسم ربك الذي خلق، خلق الانسان من علق، اقرأ وربك الاكرم، الذي علم بالقلم، علم
الانسان مالم يعلم
Artinya: “Bacalah dengan menyebut nama
Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia, dari alaq.
Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling Pemurah, Yang mengajar manusia dengan pena.
Dia mengjarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya”. (Qs. Al-Alaq:
1.5).
Kata iqra’
merupakan perintah pertama yang diperintahkan kepada Nabi, padahal seorang ummi
(yang tidak pandai membaca dan menulis). Menurut M. Quraisy Syihab, hal ini
menunjukkan bahwa secara tersirat manusia diperintahkan untuk tidak hanya
membaca teks yang tertulis namun juga yang tidak tertulis. Dengan pemahaman
yang demikian maka makna iqra’ tidak hanya membaca teks, namun juga bisa
diartikan menghimpun. Dari kata mengimpun inilah lahir aneka ragam makna,
seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui cirri sesuatu,
dan membaca, baik teks tertulis maupun tidak.[14]
Sehingga
secara tidak langsung Allah memerintahkan umat manusia untuk selalu membaca
segala fenomena kehidupan yang telah Allah ciptakan di dunia. Kata membaca yang
juga dapat diartikan berfikir merupakan olah akal manusia dalam memikirkan alam
jagad raya untuk mencari kebenaran. Pada kalimat selanjutnya adalah “dengan
nama Allah” artinya, dalam berbagai kegiatan berfikir hendaknya manusia tidak
lupa bahwa semua yang menciptakan dan mengatur adalah Allah. Inilah posisi
pendidikan hati untuk mendidik keimanan. Kemudian Allah menyebutkan salah satu
sifatnya yang agung yaitu “mencipta”. Artinya disamping ia membaca dengan nama
Allah, manusia harus mampu membuktikannya dengan wujud nyata yang bermanfaat
bagi manusia. Inilah wilayah pendidikan jasmani yang berguna untuk melatih skill
individu manusia tersebut.
Ketika sinergi
hati, akal dan jasmani itu tercipta, maka segala ciptaan Allah akan ditemukan
manfaatnya ditangan para tangan-tangan kreatif muslim, karena ilmu pengetahuan
telah dirancang oleh al-Qur’an dengan keterpaduan yang melibatkankan akal dan
hati dalam perolehannya[15] yang
kemudian diwujudkan dengan karya intelektualnya. Allah telah bersabda dalam surat
Ali Imran bahwa apa yang diciptakan di langit dan bumi itu tidak ada yang
sia-sia.
ربنا ما
خلقت هذا باطلا سبحانك فقنا عذاب النار
Artinya: “Ya Tuhan kami, tidaklah ini
Tuhan jadikan dengan percuma, amat sucilah Engkau, maka singkirkanlah kami
daripada azab neraka”.(QS. Ali Imran: 191).
Sebagaimana
yang terjadi dikalangan ilmuan barat, segala sesuatu yang seakan tidak tampak
berguna, menjadi suatu yang luar biasa bahkan bisa menjadi manfaat bagi seluruh
umat manusia. Sebatang besi yang merupakan benda mati yang seakan tidak punya
nilai, namun ditangan kreatif menjadi suatu alat yang menakjubkan dengan
munculnya berbagai teknologi yang berkembang pada saat ini. Pada saat seminar
di Gedung Pasca Serjana UIN Maulana Malik Ibrahim yang di hadiri oleh Prof. Dr.
Ahmad Tafsir dalam kuliah ilmiah dengan tema Pendidikan Islam Multidisipliner,
Prof. Dr. Imam Suprayogo menuturkan “Untung masih ada orang-orang kafir
sehingga dengan skillnya yang luar biasa mampu membuktikan kebenaran Al-Qur’an
daripada seorang muslim yang seolah
rajin membaca al-Qur’an, namun tidak bisa menyingkap kebenaran al-Qur’an”.[16]
Pernyataan
diatas membuktikan bahwa akal yang cerdas akan mampu menaklukkan dunia, dengan
kreatifitas yang tinggi dunia akan menjadi takluk padanya,dan akan lebih baik
lagi apabila kecerdasan akal dan skiil yang baik, ditunjang oleh
keimanan yang kuat, artinya suatu pemikiran akal yang selalu dikontrol oleh
kelembutan hati, sehingga suatu teori ilmiah ataupun suatu prodak yang
diciptakan berjalan sebagaimana tuntunan tuhan dalam al-Qur’an, sehingga
menciptakan kedamaian di seluruh penjuru alam sebagaimana misi Islam yang
dibawa oleh rasulullah SAW:
وما
ارسلناك الا رحمة للعالمين
Artinya: "Dan tiadalah Kami mengutus kamu (wahai
nabi Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam." (QS.
21:107).
[1] Samsul Nizar, Memperbincangkan
Dinamika..., hlm.116
[2] HAMKA, Tafsir,
Jilid 6, hlm.4575.
[3] HAMKA, Lembaga
Hidup, hlm.40-47.
[4] Hasan
Langulung, Teori-teori, hlm.443.
[5] Ahmad Tafsir, Ilmu
Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2013), hal 57-62.
[6] Ibid., hlm.57-58.
[7] Ahmad Tafsir, Ilmu
Pendidikan..., hlm.60
[8]HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Jakarta: Penerbit
Pustaka Panjimas, 2002), hlm. 122-123.
[9] Ahmad Tafsir, Ilmu
Pendidikan..., hlm.63
[10] HAMKA, Tasawuf
Modern, hlm. 84
[11] HAMKA, Tasawuf
Modern, hlm.218-219.
[12] Ibid., hlm.84.
[13] HAMKA, Falsafah
Hidup, hlm.213
[14] M. Qurasy
Syihab,Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2007), hlm.6.
[16]Seminar
nasional di Aula Pasca Serjana 6 Nopember 2014.
Silahkan Lampirkan Komentar anda pakai Anonymous, supaya lebih mudah