Selasa, 22 November 2011
Metode Tartil di Alkhoirot
Membaca Al-Qur’an merupakan ciri khas pondok pesantren salaf terutama di pondok pesantren alkhoirot yang tergolong masih murni menerapkan ajaran islam. Akan tetapi tidak semua membaca Al-Qur’an dapat dikatakan berkualitas manakala belum menerapkan baca’an dengan sebenarnya.
Pertama kali saya nyantri di alkhoirot nampaknya pembelajaran Al-Qur’an metodenya belum begitu tertata dengan rapi, hanya berupa pembaca’an Al-Qur’an yang disertai dengan lmu tajwid, metode ini meskipun sudah cukup dominan tapi kualitas makhorijul huruf belum memenuhi aturan yang ada.
Sekitar pada tahun 2008 pengasuh alkhoirot mendatangkan mu’allim yang ahli dalam ilmu pembacaan Al-Qur’an dengan tujuan para santrinya dapat membaca Al-Qur’an dengan benar dan tepat, usaha tersebut dapat tercapai dengan metode pembacaan Al-Quran Tartil.
Yang mengikuti program ini bukan semua santri, tapi hanya santri yang senior saja yang statusnya sudah menjadi Asatidz. Dan hasil dari pengajiannya tersebut oleh para Asatidz diajarkan kepada para peserta didiknya. Nampaknya cara ini lebih merata dan berpengaruh kepada seluruh semua santri, dan santripun nampaknya sudah terbiasa dengan metode tartil.
Pengajian dengan metode tartil tersebut hanya diadakan satu minggu sekali yang dipandu langsung oleh Gus Lutfi alumni PIQ (Pendidikan Ilmu Al-Qur’an), saya rasa cara mengajarnya cukup sederhana sekali yaitu membentuk sebuah lingkaran dan para Peserta didiknya bergiliran menirukan apa yang yang dibacakan oleh mu’allim. Salah dan betulnya dapat diketahui oleh mu’allim manakala pembacaan Al-Qur’an terkesan membelot kearah yang salah. Meskipun cara ini cukup sederhana tapi menurut saya sudah cukup bagus, karena tujuan dari membaca Al-Qur’an dengan cara yang baik dapat mencapai sasaran.
Sehingga dengan tercapainya sasaran tersebut para Asatidz di pesantren alkhoirot dapat membaca Al-Qur’an dengan baik sekaligus dapat menerapkan kepada peserta didiknya, para Asatidz menerapkan metode tartil ini setelah Maghrib sampai waktu Isyak datang. Dalam waktu beberapa bulan para santri sudah bisa mengucapkan huruf hijaiiyyah denga baik dan betul, karena penekanan dalam tartil ini lebih mengarah kepada pengucapan huruf hijaiyyah dengan baik dan benar. Akan tetapi meskipun metode tartil ini dapat mencapai tujuan pembelajaran , tidak semua santri lincah membaca Al-Qur’an, karena masalah kelincahan dalam membaca Al-Qur’an diperlukan proses pembiasaan. Jadi perkembangan santri dapat dikatakan baik mana kala metode yang dibawakan oleh gus lutfi dapat mencapai sasaran dan di dukung oleh proses pembiasaan al-qur’an secara terus menerus. Alhamdulillah saya kira kualitas pembacaan Al-Qur’an santri alkhoirot cukup baik.
Para Asatidz di pondok pesantren alkhoirot nampaknya dalam menerapkan Al-Qur’an tersebut tidak selamanya berjalan dengan cara baik, di situ ada beberapa kendala yang mungkin mejadi faktor terhambatnya sebuah pembelajaran. Saya pribadi mengalami beberapa kendala yaitu pelaksanaan proses belajar mengajar di laksanakan dalam satu masjid sehingga suasana pembelajan sangat berisik dan terganggu, lebih baik Asatidz diberi kebebesan memilih tempat yang strategis untuk menentukan tempat yang ia kehendaki. Selanjutnya para Asatidz terlalu banyak menghimpu peserta didik sehingga tercapainya tujuan pembelajaran membutuhkan waktu yang lama, alangkah baiknya santri yang agak senior meskipun statusnya bukan Asatidz diikut sertakan dalam mengajar, asalkan menguasai materi tentang metode tartil
0 komentar:
Poskan Komentar